KELAS : 4EB06
BAB 3
ETHICAL
GOVERNANCE
I.
Governance System
Sistem
pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur
pemerintahannya. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini
dibedakan menjadi 6 yaitu presidensial, parlementer, komunis, demokrasi
liberal, liberal, dan kapital. Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan
untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering
terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap
memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai
fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu
pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu
akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk
memprotes hal tersebut. Secara luas, berarti sistem pemerintahan itu menjaga
kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas,
menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan
sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana
seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem
pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa
mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Sedangkan secara
sempit, Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan
roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan
mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
Corporate
governance sebagai suatu sistem membutuhkan berbagai perangkat, seperti
struktur governance (governing body and management appointment) yang
diikuti dengan kejelasan aturan main (definition of rolesand powers serta code
of conducts) dalam suatu bentuk mekanaisme (governance mechanisms) yang dapat
dipertanggung jawabkan. Pada prinsipnya hal ini dibutuhkan untuk menjamin
terjaganya kepentingan berbagai pihak yang berhubungan dengan perusahaan,
sehingga dengan berjalannya mekanisme ini, diharapkan dapat menghasilkan
dampak lanjutan yang positif terhadap perkembangan perekonomian suatu
Negara untuk tercapainya kemakmuran masyarakat (the wealth of nation) seperti
kondisi sebagaimana yang dimaksud oleh Adam Smith.
Dalam
praktiknya ada beberapa jenis system corporate governance yang
berkembang di berbagai negara. Ini mencerminkan adanya perbedaan tradisi
budaya, kerangka hukum, praktik bisnis, kebijakan, dan lingkungan ekonomik
institusional dimana sistem-sistem corporate governance yang berbeda-beda
itu berkembang. Setiap sistem memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing,
dan berbagai usaha telah dilakukan untuk mendalami faktor-faktor apa yang
membuat suatu system corporate governance efektif dan dalam kondisi
seperti apa, dengan tujuan agar negara-negara yang saat ini sedang dalam
transisi dari perekonomian komando menuju perekonomian pasar dapat memiliki
panduan yang memadai. Pembahasan mengenai berbagai system corporate
governance didominasi oleh dua isu penting. Pertama, apakah perusahaan
harus dikelola dengan single-board system atau two-board system.
Kedua, apakah para anggota Dewan (Dewan Komisaris dan Direksi) sebaiknya
terdiri atas para outsiders atau lebih terkonsentrasi
pada insiders termasuk misalnya, sejumlah kecil institusi finansial
yang memberi pinjaman kepada perusahaan, perusahaan lain yang memiliki hubungan
perdagangan dengan suatuperusahaan, karyawan, manajer dan lain lain.
II.
Budaya Etika
Pendapat
umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan
antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan
harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan
kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini
adalah budaya etika. Bagaimana budaya etika diterapkan ? Tugas manajemen puncak
adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui
semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui
metode tiga lapis. Pertama, menetapkan credo perusahaan, merupakan pernyataan
ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang
diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam
maupun di luar perusahaan. Kedua, menetapkan program etika. Suatu sistem yang
terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam
melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan
audit etika. Ketiga, menetapkan kode etik perusahaan, setiap perusahaan
memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut
diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
Corporate
culture (budaya perusahaan) merupakan konsep yang berkembang dari ilmu
manajemen serta psikologi industri dan organisasi. Bidang-bidang ilmu tersebut
mencoba lebih dalam mengupas penggunaan konsep-konsep budaya dalam ilmu
manajemen dan organisasi dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi, yang
dalam hal ini, adalah organisasi yang berbentuk perusahaan. Djokosantoso
Moeljono mendefinisikan corporate culture sebagai suatu sistem nilai
yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan,
serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat,
dan dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk mencapai tujuan perusahaan
yang telah ditetapkan. Apabila dikaji secara lebih mendalam, menurut Martin
Hann, ada 10 (sepuluh) parameter budaya perusahaan yang baik, yaitu pride
of the organization, orientation towards (top) achievements, teamwork and
communication, supervision and leadership, profit orientation and cost
awareness, employee relationships, client and consumer relations, honesty and
safety, education and development, daninnovation.
III.
Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Membangun
entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu
prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan
diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun
jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun
dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup,
masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai
di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta
maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi
yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui
UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau
Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada
prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai
melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris,
dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural
perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi,
komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk
meningkatkan efektivitas “Board Governance”.
IV.
Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of
Conduct)
Pengelolaan
perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus
diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau
etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku
bisnis PT. Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas
sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan
pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait
erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para
stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku
bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara
tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang
diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem
Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap
peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan
aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu contoh
perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi (corporate code of conduct)
adalah PT. NINDYA KARYA (Persero) telah membentuk tim
penerapan Good Corporate Governance pada tanggal 5 Februari 2005, melalui
Tahapan Kegiatan seperti sosialisasi danworkshop. Kegiatan sosialisasi
terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh
karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya
ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan
dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke
seluruh Wilayah.
V.
Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan
pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan
dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei
2005. Ada 3 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di PT
NINDYA KARYA (Persero). Pertama, pengambilan keputusan bersumber dari
budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja korporat, kebijakan dan
struktur organisasi. Kedua, mendorong untuk pengembangan perusahaan,
pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien. Ketiga, mendorong dan
mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stake holder
lainnya. Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance,
diperlukan 6 instrumen-instrumen ang menunjang. Pertama, code
of corporate governance(Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman
dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder
lainnya. Kedua, code of conduct (Pedoman Perilaku
Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis
antara perusahaan dengan karyawannya.Ketiga, board manual, panduan
bagi komisaris dan direksi yang mencakup keanggotaan, tugas,kewajiban, wewenangSerta hak, rapat dewan, hubungan kerja
antara komisaris dengan direksi serta
panduan operasional best practice.
Keempat, sistim manajemen risiko, mencakup prinsip-prinsip
tentang manajemen risiko dan implementasinya. Kelima,
an auditing committeecontract – arranges the organization
and management of the auditing committee along with
itsscope of work. Keenam, piagam komite audit, mengatur
tentang organisasi dan tata laksanakomite audit
serta ruang lingkup tugas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar